Rabu, 29 Oktober 2008

Ketika Amanah Bertambah (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

”Kamis dini hari tanggal 29 Mei 2003. Dengan menumpang becak, seorang suami mengantarkan istrinya yang akan melahirkan putra pertama mereka. Menurut bidan yang menanganinya, diperkiran sang istri akan bersalin pada esok harinya. Ternyata, tak lama kemudian, sang buah hati pun lahir. Suami-istri itu pun mengucapkan syukur kepada Alloh SWT atas amanah yang mereka terima”. Itulah sepengal episode kehidupan yang lazim terjadi dalam kehidupan berkeluarga.

Setiap keluarga mendapatkan buah hati yang diharapakan menjadi penyejuk mata, penyambung generasi, dan penerus cita-cita perjuangan. Rasanya, kehidupan berkeluarga belum lengkap tanpa kehadiran seorang anak (buah hati). Kehadiran buah hati akan menjadi penghias kehidupan keluarga. Demikianlah, di dalam Al Qur’an juga ditegaskan bahwa anak merupakan perhiasan dalam kehidupan di dunia. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Surat Ali ’Imran [3]: 14).

Dalam ayat lainnya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menegaskan melalui firman-Nya

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi [18]: 46)

Ayat-ayat tersebut mengingatkan kita sebagai insan muslim agar kita tidak melupakan kehidupan yang lebih baik dan kekal, yaitu mendapatkan balasan yang baik dari sisi Alloh, yang berupa surga di hari akhir.

Selain sebagai perhiasan kehidupan dunia, pada dasarnya anak merupakan ujian (fitnah) bagi orang tua. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menegaskan melalui firman-Nya

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal [8]: 28)

Orang tua dituntut untuk mengarahkan anak sesuai dengan tuntunan Islam, dan membekalinya dengan pemahaman terhadap akidah Islam secara kuat. Orang tua berkewajiban mengarahkan dan membimbing putra-putinya agar menjadi manusia bertaqwa, sehingga kelak pada hari akhir terhindar dari siksa neraka. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim [66]: 6)

Ketika orang tua lalai sehingga anak-anaknya jauh dari tuntunan Islam, justru anak-anak tersebut dapat menjerumuskan orang tuanya sehingga jauh dari Islam (Kita bermohon perlindungan kepada Alloh dari hal tersebut). Pada kondisi demikian, pada hakekatnya, anak telah menjadi musuh bagi orang tua. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita melalui firman-Nya

Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu*, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At Taghabun [64]: 14)
*Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.

Sebagai orang tua, kita menginginkan agar anak-anak kita anak tumbuh menjadi insan yang sholih/sholihah.

Kita menginginkan agar anak-anak kita menjadi penyejuk mata bagi kedua orang tuanya, sebagaimana yang digambarkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala melalui firman-Nya
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami pasangan-pasangan (isteri-isteri) kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al Furqan [25]: 74)

Ya Alloh, kami memohon kepada-Mu,…
Anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami, istri ataupun suami kami, dan keturunan kami sebagai penyejuk mata bagi kami, dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa.

Bandung, Jawa Barat
Rabu, 29 Oktober 2008 (29 Syawal 1429 H)

Selasa, 14 Oktober 2008

Mutiara Hadits: Pentingnya Memurnikan Niat (Motivasi Penggerak Amal) Dalam Melaksanakan Amal Shalih



Terjemah Hadits:
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafs Umar bin Al Khattab r.a., dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sebagaimana yang dia niatkan.


(Hadits riwayat dua imam ahli hadits, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al Bukhary dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisabury, dalam kitab Ash-Shahih yang disusun oleh keduanya. Kitab Ash-Shahih yang disusun oleh kedua imam tersebut merupakan kitab paling shahih di antara kitab-kitab hadits lainnya).

Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari hadist tersebut:
  • Pada dasarnya hijrah merupakan amal shalih, yang diperintahkan oleh Alloh kepada manusia yang beriman. Hijrah dilakukan untuk menjaga kehidupan beragama Islam bagi orang-orang beriman. Ketika hijrah dilaksakan dengan tendensi duniawi (misalkan mengharapkan keuntungan materi, atau untuk mendapatkan wanita/pasangan yang ingin dinikahi), maka hijrah tersebut tidak bernilai apapun di sisi Alloh.

  • Demikian pula amal shalih-amal shalih yang lain, tidak akan bernilai kebaikan di sisi Alloh, jika amal tersebut tidak dilandasi niat yang murni dan tulus untuk mengharapkan keridlaan Alloh.

  • Ikhlas, yaitu memurnikan niat untuk mengharapkan keridlaan Alloh merupakan salah satu syarat diterimanya amal shalih.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Niat merupakan amalan hati.

  • Perbuatan buruk tidak akan menjadi amal shalih, meskipun perbuatan tersebut diniatkan untuk kebaikan. Misalkan mengambil sesuatu yang bukan hak (mencuri, merampok, korupsi) dengan niat untuk membantu fakir-miskin, membuka aurat dengan niat untuk membantu orang-orang lemah.

Ya Alloh, teguhkanlah hati kami dalam ad-din Islam, dan teguhkan hati kami dalam ketaatan kepada-Mu.

Bandung, Jawa Barat.
Senin, 13 Oktober 2008 ( 13 Syawal 1429 H)